Hai Jakarta (1)

1:58:00 PM




Jika akhirnya ada tulisan yang terpublish di blog ini, maka percayalah bahwa itu adalah hasil dari berpuluh – puluh ide dan beberapa draft yang akhirnya di cap, oleh saya sendiri, sebagai tulisan yang tidak cukup layak untuk dibaca oleh orang lain. Beberapa tulisan kedepan isinya cuma saya yang jalan – jalan ke tempat gratisan. Itupun bukan di waktu liburan yang saya siapkan khusus jauh – jauh hari. Semua serba mendadak dan tidak direncanakan. Dari beberapa pengalaman itu, akhirnya saya menyadari bahwa konsep liburan tidak selalu harus ‘mahal’ selama ada tempat dan suasana baru yang dijumpai. ‘Pelesiran Mendadak’ yang saya lakukan kala itu adalah bagian dari diri saya yang ingin dihibur (lol) karena kecewa dengan skripsi yang tidak kunjung menemukan pencerahan. Meski begitu, Alhamdulillah di awal tahun 2018 akhirnya saya meloloskan diri dari college life dan mendapat gelar baru dibelakang nama saya. Rupanya semua memang terjadi tepat pada waktunya dan saat itu terjadi, saya cuma bisa senyum sambil bilang Subhanallah.

Oke skip!


Sesi pelesiran yang akan saya ceritakan kali ini adalah ketika saya pergi ke Jakarta. Yes, kota metropolitan yang selama ini hanya saya lihat lewat selentingan kata : katanya, katanya, katanya (you sing, you lose). Tujuan sebenarnya ke sini adalah mengikuti kompetisi desain intervensi di salah satu universitas bergengsi di Indonesia. Tau kan ? yang jaket sama bus nya kuning itu lho. Saat itu ada 10 tim yang berasal dari berbagai daerah, seingat saya yang terjauh berasal dari pulau Sumatra. Saya berangkat dengan dua teman yang juga bernasib sama, semester yang harusnya gak ikut acara ‘ginian’, skripsi gitu – gitu bae, dan jomblo. Yang terakhir tolong diabaikan.

Jauh-Jauhan Duduknya....

Interaksi kami tidak banyak dengan tim lain. Selain karena semua sibuk belajar (iya, karena setiap tim harus paham desain intervensi tim sendiri dan tim lawan yang berjumlah 9 itu), semua pun sibuk dengan urusan masing – masing, makan misalnya. Saya mengakui, itu kali pertama saya menyadari bahwa : yeah, persaingan di dunia kuliah gak ada apa – apanya dibandingkan nanti kalau udah lulus. Yang dihadepin ya orang – orang model begini. 
Tim kami tidak juara, tapi setidaknya kami bisa jalan – jalan dan silaturahmi dengan kawan atau keluarga. Yang paling tidak bisa saya lupakan adalah rasa kwetiau goreng (sayangnya cuma cicip sedikit) di depan tempat kami menginap. Enak Bang, sumpah saya do’ain resep Abang masih sama sampai 7 turunan nanti.
Selamat Untuk Para Juara!

Oh, tapi tujuan tulisan ini kan bukan untuk momen itu, lanjut ya. Jadi, kami tiba di Jakarta sekitar pukul 10 pagi. Kami berangkat dari Malang menggunakan kereta Matarmaja dari Stasiun Kota Malang dan tiba di Stasiun Pasar Senen. Setelah itu, tiga hari kami terpotong untuk mengikuti kompetisi, lalu setelahnya masing – masing berpisah. Saya langsung ke rumah Tante yang ada di daerah Serua, Depok menggunakan mobil dari UI. Itu kali pertama saya paham arti dari kata macet. Untungnya Pak Nali (yang bawa mobil) banyak cerita, saya jadi tidak punya banyak waktu untuk ZBL bin KZL. Setelah disambut oleh beberapa potong sushi (enak lho Te, kapan – kapan mau lagi ya hehe), saya tidur dan menutup mata. Tidak lupa pula bernafas.
Tempat Tidur Berjalan :p

Esok harinya, kalau tidak salah ingat itu tanggal merah. Tante saya jadi punya waktu untuk mengantar ‘turis Malang’ ini untuk jalan – jalan. Saya memang ingin sekali ke Kota Tua karena yaa untuk urusan jalan – jalan saya memang suka sama hal – hal yang klasik dan non kekinian. Ditemani oleh Pak Nali, Teteh, dan ponakan ku yang bawel tapi unyu maksimal, kami berangkat sekitar pukul 8 pagi. Brum brum… rupanya pemberhentian awal adalah di Pantai Indah Kapuk atau yang biasa disingkat PIK. Salah satu daerah yang menjadi proyek reklamasi Pemkot DKI dan yang saya kunjungi kala itu adalah wisata hutan mangrove yang saya lupa namanya apa. Baru setelah googling saya ingat kalau namanya Taman Wisata Mangrove Angke Kapuk. Disini, banyak spot – spot foto yang lucu, seru buat mengajarkan anak arti dari hidup sehat (because you only walk in here, dude), dan yang pasti penuh dengan pohon mangrove (sa ae lu).
"Ini namanya PIK mbak" ujar Tante


Spot Foto Yang Unyu Maksimal!!


Ini Toh yang Hits


Sempet Baca Sekilas, Rupanya Ini Rumah Ibadah. Berasa di Negeri Lain.

Setelah puas foto – foto dan minum es degan bareng monyet, kami melanjutkan perjalanan ke KoTu. Yeeeeyyyy. Sempat lewat ke Kalijodo yang tenar itu, gara – gara salah satu stasiun TV yang typo nulis judul berita jadi Kalojodo (istirahatkan matamu wahai manusia). Kota Tua, ya gitu – gitu aja sih. Bangunan tua, panas (harusnya pagi aja sih kalau kesini), dan ramai (karena tanggal merah mungkin). 
Sampai Sini Udah Girang dalam Hati. Suka Banget sama Arsitekturnya!


KOTA TUA!


Ramenya Seperti Ini


Feels Like Homey. Impian : Seharian Jalan - Jalan dan Nongkrong di Kawasan Ini!


Another Old Building


Kami kemudian mampir ke café Batavia yang saya bahagia sekali bisa makan disana. Resto dengan konsep jadul yang tidak seram, serius. Makanannya pun enak, porsi worth it sesuai dengan harganya. Saya waktu itu pesan Nasi Campur Bali dan Es Daun Mint (ada nama kerennya sih, tapi saya lupa). Teteh pesan tongseng kambing (dan enak banget. Lain kali saya kesini lagi, mau pesan menu ini aja), minumnya es teh. Tante pesan sate ayam (yang ukuran dagingya gede banget) sama lemon tea, kalau gak salah. Si ponakan unyu dipesanin chocolate ice cream, karena dibawain bekel sop sama Tante. Setelah kenyang dan tercengang dengan toilet café yang unik banget (sampai rasanya tidur disana pun mau), kami keluar dan mengucapkan selamat tinggal kepada penjaga kasir. Em… tante saya sih yang bilang (Makasih ya te, ponakanmu seneng. Sungguh).




café Batavia


Tempat Duduk Kami Yang di Bagian Dalam, Ngadem.


Kalau Dipasang Di Rumah, Bakalan Jadi Sarang Debu Aja.


Ini Kamar Mandinya. 


Tante Baik dan Ponakan Unyuku.

Kami selanjutnya mampir ke Museum Wayang. Isinya, ya wayang. Dari berbagai tempat di berbagai belahan dunia. Ramai juga kondisinya sehingga saya pribadi tidak terlalu khidmat (cie KHIDMAT) selama disini. 
Bayar Rp.5000,- Aja Kok


Wayang


Wayang Lagi


Lagi-Lagi Wayang


Cuma Ingat yang Ini Karena Unik Menurutku. Ini Wayang Dari Kulit Hewan.


Ini Yang Paling Keren Menurutku. Perbagian dari Wayang Punya Arti Tersendiri Lho. 

Karena sudah hampir sore dan belum sholat dhuhur, Tante mengajak kami untuk sholat di masjid Istiqlal. Untuk saya dan Teteh yang baru pertama kali kesini, rasanya subhanallah. Saya selalu merasa tenang dan damai setiap kali mengunjungi rumah ibadah, itu juga yang saya rasakan saat berada di Istiqlal. Keluasan dan kemegahan membuat saya merasa kecil. Bahkan saking lebay nya, saya sempat merasakan moment haru kali mendengar adzan ashar yang berkumandang. Terjadi begitu saja dan tubuh saya menolak untuk dikendalikan. Ya sudahlah, kalau tidak ada moment itu, mungkin kesan saya akan biasa saja kan.
Masjid Istiqlal dari Samping


Allahuakbar

Di jalan pulang setelah sholat, melewati kathedral, menyusuri jalan – jalan perkantoran di sepanjang rute merdeka barat, Thamrin, dan Bundaran HI, saya hanya diam, menikmati pemandangan Jakarta dengan gedung – gedungnya. Bagaimana rasanya berhadapan dengan situasi ini setiap hari ? Sesak, panas, seakan tidak ada ruang manusia untuk bergerak. Tapi di balik itu semua, selalu ada alasan untuk tetap bertahan. Pekerjaan, keluarga, ritme, bahkan makanan, apapun hal yang mengikat kita terhadap kota ini, Jakarta dan wajahnya berubah menjadi rumah untuk sebagian orang. Begitupun saya yang rupanya menyukai ritme itu.
Gedung


Gedung Lagi

Total saya di Jakarta adalah 5 hari, jadi masih ada sisa satu hari. Ketemu di part selanjutnya ya!


Oh iya, selama jalan – jalan saya selalu mengandalkan Google sebagai guru dan penunjuk arah menggantikan Dora. Terkadang informasi yang disajikan di satu tempat (blog atau artikel misalnya) saya rasa kurang lengkap sehingga biasanya saya akan membuka setidaknya 4 – 8 laman hanya untuk mencari informasi sederhana. Makanya, diakhir tulisan saya akan coba merangkum informasi yang siapa tahu berguna untuk anda yang hobi pelesiran juga. Semoga membantu ya :
  •     Tiket kereta ada baiknya dipesan h – 7 hari. Untuk keberangkatan menggunakan kereta Matarmaja, saya waktu itu dapat harga Rp. 107.000,- belinya langsung di loket Stasiun. Sudah dapat AC dan colokan. Untuk pulangnya, saya pilih pesan melalui Traveloka karena waktu itu sedang ada promo potongan harga. Lumayan. Tiket Majapahit yang awalnya Rp. 260.000,- bisa berubah menjadi Rp. 230.000,-. Hemat kan ?
  •        Jalan Jakarta dan kota – kota satelit disekitarnya sudah pasti macet, tidak ada salahnya untuk menikmatinya dengan musik atau makanan kesukaan anda saat sedang berada di perjalanan.
  •        Biaya masuk ke wisata mangrove sekitar Rp. 35.000,-. Kalau cuaca sedang terik, ada baiknya anda membawa topi, payung, dan air minum. Untuk jam buka dan tutupnya saya lupa, hehe. Biaya masuk Museum Wayang hanya sebesar Rp. 5.000,- dengan jam buka mulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. 
  •       Café Batavia tidak hanya menjual tempat tapi juga rasa makanan, harga yang dibayar pun mungkin sedikit lebih mahal, tapi saya rasa semua akan terbayarkan dengan perasaan gembira yang akan anda rasakan. Untuk menikmatinya, mungkin satu orang memiliki budget minimum sekitar Rp. 150.000,-. Tidak perlu membuat reservasi, tapi jika anda ingin, silahkan.
  •        Jika berkunjung ke Istiqlal, bawa kantong kresek sendiri ya. Untuk sandal atau sepatu yang dititipkan di dalam. Jika anda lupa, tidak ada salahnya untuk beramal kepada penjual yang ada di sekitar masjid dengan imbalan ‘seikhlasnya’. Walaupun luas, anda tidak butuh GPS jika tersesat di dalam masjid (lol).  

You Might Also Like

1 Comment

  1. Tutur bahasanya adeeeemmmmm!
    Bagus juga idenya untuk merangkum informasi yang sekiranya dapat dipetik oleh orang-orang yang mau berpergian ke Jakarta di bagian akhir, sehingga orang tidak lupa! Next destinationnya, rakum asik kali ya?HAHAHAHAA

    BalasHapus