Iklim Kuliner

6:24:00 PM


Matcha.
Kalau ngomongin soal matcha di tahun 2019 dan tahun 2015 tentu akan sangat terasa bedanya. Kalau di tahun 2015, apa-apa serba di-matcha-in. Mulai makanan, minuman, sampai pensil di kasih matcha juga bakal laku kali ya. Entah karena trend apa, akan tetapi matcha menjelma menjadi legend pada masa itu. Trend matcha lalu di geser dengan trend thai tea, manggo, dan sekarang boba. Trend - trend instan ini juga didukung dengan kehadiran reviewer dan blogger makanan yang membagikan konten mereka melalui sosial media. Semakin banyak reviewnya, maka semakin bedar peluang trend tersebut untuk bertahan lama. Entah trend apa lagi, yang jelas satu hal yang bisa di simpulkan : iklim konsumen Indonesia itu berkisar pada trend dan seberapa besar trend tersebut akan menyebar melalui media maya. 

Eits, akan tetapi selain reviewer dan blogger, siapa lagi yang berjasa untuk menciptakan trend tersebut ? Tentu saja pedagangnya. Orang yang mengembangkan sekaligus memasarkan produk di pasaran. Oke cukup sampai disini.

Sebenarnya tulisan diatas cuma intro dari hal utama yang akan Devi tulis. Nggak tau kenapa Devi lagi pengen banget nulis soal pengaruh trend, tapi dalam skala global. Trend ini lebih serem dari trend kuliner. Trend ini diciptakan oleh usia, lingkungan, dan gender. Trend menikah. Ehem. Ketawa dulu ah HAHAHA. 

Akhir - akhir ini, Devi sering banget liat seliwar seliwer undangan nikah atau foto - foto bayi di instagram pribadi Devi. Sempet mikir juga "Ini instagram aku kan ya ? Nggak lagi dibajak orang WO atau akun parenting gitu kan ya ?" Setelah cek username dan postingan, alhamdulillah nggak dibajak. Devi tidak paham ya, apa di semua orang yang usianya tidak jauh - jauh dari usia Devi sedang mengalami fase yang sama. Fase dimana kita merasa tertinggal di belakang karena lingkungan mulai membentuk atmosfer baru yang bakal lasting forever. Artinya: siap - siap aja instagram dan obrolan tongkronganmu akan membahas hal-hal baru jauuuuuhhhhhh dari topik awal yang menyatukan kalian. Tau kan rasanya ? Ibarat kalian dapat tugas lari keliling lapangan 10 putaran. Kalian baru 4 putaran dan capek, wajar dong istirahat. Terus kalian panik, karena tau temen kalian puterannya udah mau 10. Matilah. 

Devi sendiri sih awalnya nggak begitu peduli "Yah jodoh kan di tangan Tuhan". Toh konsep kerja itu sama dengan jodoh, artinya keduanya adalah rejeki yang baru datang kalau kita sudah siap lahir dan batin untuk menerimanya. Kerisuan itu justru muncul saat Devi ngerasa punya banyak banget hal untuk dibicarakan, topiknya bukan hal yang bisa dibicarakan dengan orangtua sendiri, dan capek untuk memendam sendiri. Mau cerita ke temen juga sungkan karena mereka pun lagi bingung dengan hidupnya. Sumpah ya waktu itu rasanya kayak sendirian banget. Super duper sedihnya. 

But after the storm ended, I realized one thing :

Waktu lagi parah - parahnya badai menerjang, bener - bener ngerasa nggak ada yang bener deh sama hidup sendiri. Ngeliat postingan orang nikah malah bawaannya cemberut mulu. Ngeliat temen bahas pasangan bawannya iri mulu. Bener-bener ngerasa nggak ada yang bisa dibanggain dengan diri sendiri. Ngerasa takut dan sedih. Everything at once lah. Emang ya, membanding-bandingkan adalah pekerjaan yang sia-sia. Sama seperti memberi garam di lautan. 

Itu dulu. Jadi untuk saat ini Devi lebih senang menganggap bahwa Devi tidak sedang kalah start karena memang Devi tidak sedang dalam perlombaan dengan siapapun. Iklim kuliner, ya Devi menganggap fenomena yang sedang terjadi dalam lingkup ruang Devi sekarang sama layaknya trend kuliner yang terjadi diatas. Akan selalu berubah - ubah mengikuti keinginan pedagang dan orang yang membeli produk mereka. Akan selalu berganti mengikuti keinginan orang lain dan tidak akan pernah berhenti untuk berganti. Tinggal pilih saja, mau ikut trend, terjebak di satu trend yang sama, atau keluar dari trend. Kalau kata Minke : Saya hanya ingin menjadi manusia yang bebas, tidak diperintah ataupun memeritah.  


Karena menganggap hal tersbeut adalah trend, Devi sekarang dengan mudahnya bisa memberi jawaban atas pertanyaan ajaib ini tanpa perlu merasa gusar : kapan mau nyusul nikah ? Toh nikah itu soal kesiapan tidak hanya finansial akan tetapi juga mental dan fisik. Mumpung belum ada, yaudah fokus aja ngurusin apa yang bisa diurusin. Hihi. Konsep penyederhanaan pikir ini akhirnya pun berpengaruh ke respon Devi. Dulu nih, jujur Devi akan cenderung merespon "Gokil, dia kok siap banget ya nikah padahal kan ini itu bla bla bla". Sekarang.... malah cenderung do'ain. Keputusan berani mereka layak untuk diapresiasi dan Devi yang cuma orang asing cuma bisa memberi do'a baik saja. 

Devi, kapan mau nikah ? 
Jawabannya adalah kalau Devi sudah siap diberi amanah. Kalau belum dipercaya,  gimana dong. Malu sama Tuhan karena minta tapi maksa. Devi nggak ngikutin trend kuliner, maaf :)

Yuk belajar mikirin apa yang bisa dipikirin, biar mentalnya sehat. Salam. 



You Might Also Like

0 Comment