Walking Free Tour di Kota Malang
12:27:00 AMWalking tour alias tur dengan jalan kaki adalah istilah yang tidak asing untuk orang yang hobi jalan-jalan. Tur ini bisa menjadi alternatif kalau mau jalan-jalan tapi hemat biaya. Aku sendiri menyukai aktifitas ini sejak merasakan asyiknya jalan - jalan menikmati pemandangan tanpa peduli dengan kondisi dompet. Serius, ini harus untuk dicoba. Panasnya cuaca atau keadaan jalan yang ramai tentu menjadi daya tarik tersendiri. Kan namanya jalan - jalan, ya harus lihat jalan dong. Kunci utama dari tur ini adalah menentukan tujuan dan peta lokasi. Supaya asyik, ada baiknya tujuan yang dipilih searah atau paling tidak masih dalam satu lingkup lokasi yang sama. Itu teorinya, mari kita lihat di prakteknya.
Mungkin untuk kalian yang bukan warlok (warga lokal), wajib hukumnya untuk punya Google Maps yang tergolong sangat membantu. Selama jalan-jalan di tempat baru, aku selalu pakai ini. Kalau bingung, baru tanya orang hahaha. Nah, tujuan walking tour kali ini adalah pusat kota Malang tepatnya di kawasan sekitar Alun - Alun Kota Malang. Alun - alun ini lebih dikenal dengan sebutan Alun - Alun Merdeka, karena lokasinya yang berada di sekitar Jalan Merdeka. Kalau ditanya disini ada apa... jawabannya banyak! Alun - alun itu sendiri sudah terhitung satu destinasi. Banyak tempat yang menunjukkan kalau spot ini itu Malang banget. Kayak ini nih, wajib hukumnya untuk foto disini.
Hai |
Mandatory Photo Spot ! |
Berjalan sedikit ke arah barat, kalian akan melihat Masjid Jami' Malang. Yang aku suka di masjid ini adalah tiang dan langit - langit kayunya. Bikin inget sama masjid-masjid kalau lagi ziarah wali. Dari Masjid, kalian coba menyebrang ke depan plaza Sarinah dengan jembatan penyebrangan. Sensasinya ? Hemmm seru seru bau. Bau apa pasti tau kan ? Khas Indonesia pastinya. Sampai di seberang, berhenti dulu. Jangan buru - buru jalan. Kalau kalian gak jalan kaki, pasti gak tau kalau ada situs sejarah. Berkat Google, aku akhirnya tau bahwa di area yang saat ini terdapat tulisan '"Sarinah", dulunya terdapat Monumen Sejarah Perjuangan KNIP. Entah atas alasan apa monumen itu bisa hilang dan digantikan dengan sebuah prasasti kecil bernama Sejarah Situs Sarinah. Di prasasti itu dijelaskan secara rinci mengenai riwayat tempat ini dari zaman pemerintahan kolonial hingga kemerdekaan. Rupaya kawasan ini adalah kawasan yang penuh sejarah. Bahkan dari dulu memang sudah tergolong kawasan yang ramai. Informasi itu aku dapatkan melalui plang jalan yang sayangnya mulai pudar.
Jembatan Penyebrangan yang You Know What lah |
Plang that I told to you later |
Berjalan sedikit ke arah restoran cepat saji (KFC dan MCD), anda akan menemui salah satu gereja tua di kota Malang, Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus. Gereja ini dibangun dengan gaya gothic pada tahun 1905 oleh M.J. Hulswit. Kesan pertama saat melihat langsung gereja ini dari dekat adalah... indah. Apapun agamanya, aku selalu yakin bahwa rumah ibadah memiliki aura yang menenangkan. Itu juga yang aku rasakan selama berada disini. Gereja ini mungkin tidak begitu besar, tapi atas yang tinggi memberi kesan luas pada orang - orang yang ada di dalamnya. Saat itu aku datang pada bulan Agustus 2017 (tepat setahun!) sedang ada pemugaran. Aku tidak menghabiskan banyak waktu di tempat ini. Sekedar mendengar penjelasan singkat mengenai tempat ini dari Agnes lalu kami keluar, takut mengganggu pekerjaan pemugar.
Bagus kan ? |
Aku mengakui bahwa ini kawasan yang asyik. Di depan gereja ini, ada toko yang cukup legendaris di kota Malang. Toko Oen. Sampai saat ini aku pun belum pernah masuk dan mencicipi es krim yang tanya legendaris itu. Mungkin nanti ya hehehe.Walaupun belum masuk, foto dari luar aja boleh kan ? Hehehe
Toko Oen yang selalu di liat aja tapi belum pernah mampir |
Karena lumayan pagi dan dua jiwa gabut ini perlu untuk di beri hiburan, akhirnya kami memutuskan untuk berjalan di sepanjang jalan pasar besar. Seru juga ternyata. Ibarat ini kota tua-nya Malang. Aku rasa, kalau mau lihat kehidupan asli masyarakat Malang, kalian harus sering main ke kawasan ini. Lihat aja, Kodak itu dari zaman kapan ya ...
Jalan setelah Toko Oen |
KFC dan bentonya kalo lagi bokek tapi pengen gaya |
Kodak !!! |
Coba tebak ini dimana |
Setelah satu blok kami jelajahi, ada satu destinasi lagi yang ingin kami kunjungi. Sebenarnya bisa dijangkau dengan berjalan kaki sekitar 15-20 menit dari Alun - Alun. Akan tetapi karena kami bawa motor, gak mungkin kan di tinggal. Tempat itu adalah.... Klenteng Eng An Kiong. Ini kali pertama kami berdua masuk ke klenteng ini. Sedikit bingung di depan pintu gerbang, untung bapak satpamnya ramah. Beliau mempersilahkan kami masuk dengan mengatakan ini "Klenteng ini terbuka untuk siapa saja kok Mbak".
Kami mulai berkeliling di klenteng yang terdiri dari beberapa ruangan persembayangan. Saat itu, klenteng sedang ramai. Selain karena ada beberapa wisatawan berkunjung, klenteng sedang mempersiapkan acara pembagian sembako. Saya kurang ingat detailnya seperti apa akan tetapi acara tersebut merupakan agenda rutin dari klenteng. Kami bertemu dengan dua wisatawan mancanegara dan seorang ibu pemandu wisata. Beliau dengan ramah mengajak kami berdua untuk ikut bergabung. Beliau mempunyai alasan tersendiri mengapa mengajak kliennya ke klenteng ini:
"Saya ingin menunjukkan bahwa Malang tidak cuma Bromo. Saya juga ingin menunjukkan bahwa apa yang ditunjukkan media mengenai konflik yang terjadi akhir-akhir ini tidak sepenuhnya benar. Anda bisa lihat sendiri kan mbak, ditempat ini anda melihat banyak kebaikan terjadi. Indonesia itu kaya dan saya senang bisa mengenalkannya kepada klien saya"
Ibu Tour Guide |
Her Clients |
Siap-Siap Bikin Paket Sembako |
Beliau kemudian pamit untuk pergi ke tujuan selanjutnya. Sementara kami lanjut berbincang dengan pengurus klenteng (yang maaf saya lupa namanya). Beliau menjelaskan mengenai acara yang akan dilakukan. Beliau menjelaskan mengenai tata krama yang harus dilakukan kala datang ke tempat ini: jangan mengambil foto patung, sebab mereka adalah perwujudan dari dewa kepercayaan mereka. Note buat anak - anak zaman now yang suka selfie sembarangan... Beliau menawarkan kami untuk tinggal lebih lama, hanya saja naga diperut ini sudah terlalau berontak untuk diajak berkompromi. Kami pun undur pamit. Kembali beliau menjelaskan bahwa klenteng ini terbuka untuk siapa saja yang ingin berkunjung. Saya sampai terharu.
Sepanjang perjalanan pulang, ada sedikit kebahagiaan yang aku rasakan. Dari mengunjungi beberapa tempat ibadah agama lain, aku merasa bahwa Indonesia sangat kaya. Untuk anak yang terbiasa berada di lingkungan dengan agama yang sama, awalnya sulit untuk menerima bahwa diluar sana ada banyak perbedaan, agama salah satunya. Bahkan untuk orang yang sama agamanya belum tentu menjalani praktik agama yang sama. Seiiring berjalannya waktu, aku mulai sadar bahwa perbedaan bukan sesuatu yang aneh. Dunia ini penuh dengan perbedaan dan kita hidup di dalamnya. Melebur menjadi bagian dari perbedaan yang ada. Lalu, apa salahnya mencoba menerima atau mengenal perbedaan itu. Membatasi diri dengan menjadikan perbedaan sebagai alasan bukanlah suatu hal yang bijak. Untuk beberapa orang, menjadi eksklusif atas perbedaan adalah suatu kebanggaan. Entah apa yang patut dibanggakan.
Diluar dari itu, kalian bisa mencoba destinasi lain. Aku sendiri sedang mencarinya. Kalau sudah ketemu dan coba, aku akan bagi lagi di blog ini. Selamat mencoba!
Bonus Photo |
Bayak Belajar dari Dua Orang Ini Hari itu |
Haiiiiiiiiiii |
0 Comment